Monday, 13 June 2016

Seramoe Mekkah Yang Berubah


Fenomena gempa bumi dan Tsunami yang menimpa pesisir Aceh tanggal 26 Desember 2004 lalu bukan hanya mengakibatkan kehilangan ratusan ribu jiwa manusia dan kerusakan bangunan fisik yang luar biasa, tetapi juga kian menambah berat penderitaan rakyat Aceh yang telah di dera oleh persaingan politik dan konflik bersenjata yang berlansung bertahun-tahun. Bahkan kerusakan moral dan etika juga ikut serta.
Setelah tragedi itu, orang luar melihat Aceh dengan penuh rasa kepedulian. Sejenak, orang jakarta melupakan kisah heroisme Aceh yang tidak mau tunduk di bawah kendali pemerintahan pusat. Tapi setelah bencana Tsunami menerpa Aceh, orang Berlomba-lomba mau datang ke Aceh sekedar untuk menanyakan apa yang bisa disumbangkan. Bukan hanya dari jakarta, tetapi juga dari luar negeri.
Setelah itu pula Aceh sudah berda dalam konflik yang cukup lama, maka dari bencana itu  Segala upaya pun di percepat guna mencapai perdamaian. Melalui serangkaian pertemuan negosiasi antara pemerintahan RI dengan petinggi GAM di luar negeri, akhirnya lahirlah MoU Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005. Inilah titil awal sejarah baru Aceh yang damai.
Konon negeri Aceh ini terkenal di nusantara sebagai serambi Mekkah karna banyak faktor yang menyerupai Aceh dengan Mekkah. Lantas pujian itu sekarang kandas di karnakan banyak orang yang menilai Aceh sudah berbeda, Aceh sudah tidak cocok di sebut sebagai seramoe Mekkah lagi, dulu Aceh sangat kental dan fanatik terhadap Syariat islam, lantas sekarang walaupun Syariat di terapkan tapi banyak orang yang tidak peduli terhadap Syariat itu. Ini yang membuat Aceh kehilangan nama mulia itu.

No comments:

Post a Comment