Saturday, 11 November 2017
Tokoh Tokoh Pendidikan Muslim
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan (terutama Islam) dengan berbagai coraknya, berorientasi memberikan bekal kepada manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Islam tak lepas dari para tokoh agamayang telah menyebarkan maupun mengembangkan pendidikan islam di dunia ini, dan di Negara kita sendiri terdapat beberapa tokoh pendidikan islam yang jasanya tidak akan bisa ternilai oleh apapun dalam perkembangan pendidikan islam
Para tokoh pendidikan yang telah mengembangkan pendidikan islam, baik yang dikenal maupun yang tidak pastinya banyak pelajaran dan hikmah yang dapat kita ambil. Seiring berjalannya waktu, sekian banyak tokoh yang berjasa namu jasa-jasanya hanya terlupakan begitu saja, bahkan ajaran dan peran sertanya terhadap pendidikan juga turut terlupakan begitu.
Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa tak sepatutnya melupakan jasa-jasa mereka. Bahkan kita harus lebih giat lagi dalam meneruskan visi dan misi mereka. Dalam makalah kali ini, kita akan memaparkan beberapa biografi dan peran para tokoh-tokoh pendidikan dalam merentaskan pendidikan.
Maka dari permasalahan diatas, tercetus dalam benak kami ingin mengulas tentang “Tokoh-tokoh Pendidikan Muslim”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
• Siapa sajakah tokoh-tokoh pendidikan muslim di Indonesia?
• Bagaimana pemikiran tentang pendidikan menurut para tokoh-tokoh pendidikan muslim?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah sebagaiberikut:
• Untuk mengetahui tokoh-tokoh pendidikan muslim.
• Untuk mengetahui pemikiran pendidikan menurut para tokoh-tokoh pendidikan muslim.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yang ditujukan penulis kepada pembaca adalah sebagai berikut:
• Memberi pengetahuan baru mengenai tokoh-tokoh pendidikan muslim.
• Memberi cakrawala baru pada pembaca mengenai tokoh-tokoh pendidikan muslim pemikiran pendidikan menurut tokoh-tokoh tersebut .
3. Membantu pembaca dalam mencari informasi mengenai tokoh-tokoh pendidikan muslim pemikiran pendidikan menurut tokoh-tokoh tersebut .
4. Mengetahui jasa-jasa yang telah diberkan oleh para tokoh pendidikan muslim dalam merentaskan kebodohan guna mencapai pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tokoh-tokoh Pendidikan Muslim
Manusia adalah makhluk yang unik (the unique creation). Salah satu keunikan yang dimiliki manusia adalah adana kesadaran historis. Pernyataan filosofif J. Ortega Y. Gasset bahwa man has no nature, what has is history (manusia tidak memiliki kodrat, yang ia miliki adalah sejarah).
Sejarah adalah khas manusia . salah satu wujud kesadaran historis adalah mempelajari, menelaah, dan merenungkan kembali karya-karya dan pemikiran-pemikiran ulama/kaum intelektual masa lalu sebagai referensi membangun masa depan. Apapun alasan yang dikemukakan adalah bahwa menengok kebelakang dengan menkaji karya-karya dan pemikiran-pemikiran kependidikan ulama/kaum intelektual terdahulu adalah sesuatu yang urgen bagi kepentingan pembangunan sistem pendidikan masa sekarang dan masa yang akan datang.
• IBN MISKAWAIH (320-412/932-1030 M)
Ibn Miskawaih adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Ya’qub ibn Miskawaih. Dia lahir pada tahun 320 H/932 M di Rayy. Dan meninggal di Isfahan pada Shafar 412 H/1030 M. sedangkan kedua orang tuanya berkebangsaan Persia. Ibn Miskawaih hidup pada masa pemerintahan Dinasti Buwaihi (320-450 H/932-1062 M) yang sebagian besar permukaannya bermazhab Syi’ah (Abuddin Nata,2000). Dia belajar kimia kepada Abu Thayyib Al-Razi. Kemudian Ibn Miskawaih hijrah ke Baghdad dan belajar sastra Arab dan Persi kepada Menteri Al-Mahlabi pada tahun 348 H.
Ada beberapa predikasi yang dilekatkan pada Ibn Miskawaih, yaitu ahli bahasa dan sastra, penyair, intelektual professional, seorang hakim yang bijak, sejarawan, filosof etika, satra dan sufi.
Karya-karya Ibn Miskawaih
Ibn Miskawaih di kenal sebagai filosof etika dalam islam. Adapun beberapa karya-karyanya :
• Tahdzib al-Akhlak wa Tathhir al-A’raq, sebuah kitab yang mendeskripsikan etika dan filsafat social masyarakat terdahulu.
• Kitab al-Sa’adah, sebuah kitab filsafat etika yang menjadi orientasi semua manusia.
• Kitab Al-Fawz Al-Kabir, sebuah kitab pegangan untuk memperoleh “keuntungan” yang besar dalam sekolah kehidupan.
• Kitab Al-Fawz Al-Shaghir, sebuah kitab pegangan untuk kehidupan sehari-hari.
• Tajarib Al-Umam sebuah kitab sejarah. Dan lain-lain.
Pemikiran Pendidikan
Karya-karya Ibn Miskawaih diatas menegaskan bahwa dia memiliki concern yang cukup tinggi terhadap nilai-nilai etika dan moralitas manusia. Ibn Miskawaih berpandangan bahwa pendidikan merupakan media harmoni bagi daya-daya yang dimiliki manusia, yaitu pertama, daya kebinatangan (al-nafs al-bahimiyyah) sebagai daya yang paling rendah, kedua, berani (al-nafs al-syaja’iyyat) sebagai daya kebinatangan merupakan daya pertengahan, dan ketiga, daya berpikir (al-nafs al-nathiqiyyah) sebagai daya tertinggi.
Daya kebinatangan merupakan daya terendah manusia yang memiliki kecenderungan kepada hal-hal negative. Nilai lebih pentingnya pendidikan moral ini adalah jalan tengah. Ibn Miskawaih adalah pribadi yang mampu memposisikan dirinya secara professional dan proposional di dalam kerangka keseimbangan, moderat, toleran, harmoni mulia-utama dan senantiasa menempati posisi tengah diantara ekstrimitas kehidupan. Jiwa manusia yang menekankan kepada jalan tengah ini dikenal dengan al-nafs al-syaja’iyyah yaitu sebuah jiwa perwira yang dipenuhi dengan rasa berani di dalam menolak kemungkaran dan kesungguhan di dalam memperjuangkan kebenaran .
Sedikitnya ada dua cara dalam proses pembelajaran dan pendidikan etika bagi anak didik. Pertama, adanya kesungguhan pendidik untuk melatih/berlatih terus-menerus dan menahan diri (al-‘addah wa al-jihad) untuk memperoleh keutamaan dan kesopanan yang sebenarnya sesuai dengan keutamaan jiwa. Kedua, menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya. Apapun bentuk dan warna pengetahuan dan perilaku orang lain itu menjadi pertimbangan logika dan etika bagi pembentukan diri-pribadi yang baik.
Apapun sistem-metode pendidikan etika yang diajarkan, guru merupakan the centre of learning yang menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pribadi dan kepribadian guru sangat menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan mulai cara berpenampilan (performance) di dalam kelas metode dan teknik serta evaluasi pembelajaran yang digunakan, sampai pada posisinya di depan publik. Kesalehan individu dan social guru merupakan amunisi yang ”manjur“ untuk menyembuhkan dan sekaligus menggairahkan bagi anak didik dalam balajar.
• IBN SINA (370-428 H/980-1037 M)
Ibn Sina adalah Abu ‘Ali Al-Husayn ibn ‘Abd Allah ibn Hasan ibn ‘Ali ibn Sina. Dia lahir di desa Akhsyanah dekat Bukhara, pada tahun 370 H/980 M dan meninggal dunia di Hamadzan pada tahun 428 H/1037 M. ayahnya bernama Abdullah dari Baikh dan ibunya Astarah dari Afghanistan.
Ibn Sina adalah belia yang cerdas. Di usia sepuluh tahun dia sudah bisa menghafal Alquran dan ‘alim dan berbagai ilmu keislaman yang berkembang saat itu, seperti tafsir, fiqih kalam, filsafat, logika dan arsitek serta pengobatan. Selain di kenal sebagai filosof terkemuka di Dunia Islam Ibn Sina juga di kenal sebagai dokter yang professional. Di usia 18 tahun dia sudah di kenal sebagai dokter dan pada usia20 tahun dia pun banyak menulis karangan. Setelah ayahnya wafat Ibn sina berumur 21 tahun dia memilih untuk pindah. Karena intelektualitas Ibn sina yang cukup refresentarif pada masanya sehingga diberi gelar Al-Syaikh Al-Ra’is (the Leader among Wise Men), Hujjat Al-Haqq (the Proof of God) dan bapak kedokteran Islam (Amir Al-Athibba’, the Prince of Physicians). Suatu predikat mulia bagi seorang intelektual professional yang tidak mudah diberikan kepada siapa pun karena eksistensinya yang memikat.
Karya-karya Ibn Sina
Cukup banyak buah karya ilmiah yang dihasilkan Ibn Sina. Karya-karya Ibn Sina yang cukup terkenal di antaranya :
• Al-Syifa’, sebuah karya filsafat
• Al-Qanun fi al-Thibb, sebuah karya dibidang kedokteran.
• Fi Aqsam ‘Ulum al-Aqliyyah, sebuah kitab logika.
• Risalah al-fayd al-Ilah, sebuah karya lokal yang mencoba mendeskripsikan tentang photography.
• Al-Qashidah al-‘Ayniyah fi al-Nafs, sebuah karya komentar terhadap al-Manawi.
• Kitab al-Siyasah, dan lain-lain.
Pemikiran Pendidikan
Ibn Sina, dalam kitab al-Siyasah-nya sejak awal telah memberikan perhatian serius terhadap pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak dimulai dari memberikan nama yang baik, diberikan/dibiasakan berperilaku berucap-kata, dan berpenempilan yang baik. Pujian dan hukuman dalam mendidik anak (istikhdam al-tsawab wa-‘iqab fi ta’dib al-thifi) adalah dibenarkan. Hukuman dapat dibenarkan sepanjang tidak merusak mental/kejiwaan dan fisik sianak.
Anak usia dini memang perlu perhatian serius. PBB pada tahun 1979 sudah menetapkan hak-hak anak yang meliputi berbagai hal diantaranya :
• Hak untuk memperoleh kasih saying cinta dan pengertian.
• Hak untuk mendapatkan gizi dan perawatan.
• Hak untuk mendapatkan kesempatan bermain dan berkreasi.
• Hak untuk mempunyai nama dan kebangsaan.
• Hak untuk mendapatkan perawatan khusus bila cacat.
• Hak untuk belajar agar menjadi warga Negara yang berharga.
• Hak untuk hidup dalam kedamaian dan persaudaraan.
• Hak untuk diperlakukan sama tidak dibedakan dan didiskriminasikan.
Adapun guru yang baik menurut Ibn Sina adalah guru yang memiliki wawasan keagamaan dan etika (dza din wa khuluq) kepribadian yang kokoh, kecerdasan dan retorika yang baik (labib wa huluww al-hadits) dan kearifan dalam memilih metode yang pas bagi pendidikan anak. Alhasil, guru yang baik dipilih berdasarkan kompetensi professional di dalam pembentukan kepribadian anak didik (Muhammad Utsman Najati 1988: 259-260).
Ibn Sina mengatakan “Sebaiknya guru ketika memilih materi pelajaran (keterampilan dan keahlian) harus terlebih dahulu mempertimbangkan tabiat, mengukur/menguji potensi dan menguji kecerdasan sianak. Selain itu Ibn Sina juga terkenal dengan konsep pendidikan learning by doing (belajar sambil bekerja). Konsep learning by doing ini sesungguhnya merupakan integrasi antara teori dan praktik.
• ABU HAMID AL-GHAZALI (450-505 H/1059-1111 M)
Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad Al-Thusi Al-Ghazali, dilahirkan di Khurasan, Persia tahun 450 H/1059 dan meninggal dunia ditanah kelahirannya pada tahun 505 H/1111 M. Ayah Al-Ghazali adalah seorang penenun kain wol yang dijualnya di koya Thusi. Al-Ghazali kecil akrab sekali di majelis-majelis ahli sufi. Dia pergi ke Jurjan dan memperdalam fiqih ke Abi Al-Qasim Al-Ismail. Tidak diketahui pasti berapa lama dia tinggal disana,
Kemudian Al-Ghazali le Nisabur berguru ke Imam Dliya’u Al-Din Al-Juwaini. Disana belajar perbedaan mazha, corak pemikiran, dan metodologibaik mengenai filsafat, etika, maupun kalam. Cukup banyak pengalaman pengembaraan Al-Ghazali diluas dan dalamnya lautan ilmu. Dia menghibahkan diri sebagai pribadi yang haus akan ilmu dengan merelakan diri hanyut di rantau keilmua. Ke Baghdad Syam, Mekkah, Palestina, Hijaz, Mesir dan berbagai belahan dunia keilmuan, merupakan tempat dimana Al-Ghazali sekurang-kurangnya pernah singgah dalam beberapa waktu untuk belajar/mengajar.
Pemikiran Pendidikan
Karya Al-Ghazali mengenai pendidikan cukup banyak. Diantara yang paling masyhur adalah fatihah al-Ulum, Ayyuha al-Walad, Mizan al-'Amal, dan Al-Risalah al-ladunuyyah. Sedangkan karya monumental yang didalamnya juga banyak dijelaskan masalah-masalah keilmuan dan kependidikan selain kalam, fiqih, dan akhlaq adlah ilhya' ' Ulmu al-Din.
Al-Ghazali membangun paradigma tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan dan falsafah hidup manusia. Ilmu yang disyariatkan (al-'ulum al-syar'iyyah) adalah ilmu yang disandarkan kepada Nabi Saw.
1. Ilmu yang tidak disyariatkan (al-'ulum ghayr al-syar'iyyah) adalah ilmu yang tidak disandarkan kepada Nabi Saw.
2. Ilmu yang terpuji (al-'ilm kifayah) adlah ilmu yang berkaitan dengan kemasalahatan dunia seperti kedokteran, berhitung, dll.
3. Ilmu yang wajib sebagian (fardhu kifayah) adalah semua ilmu yang berkaitan dengan urusan keduniaan yang cukup dipelajari oleh sebagian diantara ekian banyak orang secara spesialis profesional.
4. Ilmu yang diutamakan (ilmu fadhilah) adalah ilmu yang secara profesional lebih dalam dari ilmu wajib kifayah.
5. Ilmu yang tercela (al'ilm al-madzmum) adalah ilmu yang tidak dikehendaki oleh syari'ah, seperti ilmu sihir , ilmu jimat/mantera, ilmu sulap dll.
6. Ilmu yang dibolehkan ('ilm al-mubah) adalah seperti ilmu sastra, syair, ilmu sejarah,dll.
Kerangka paradigmatik kependidikan Al-Ghazali kiranya sesuai dengan kaum imperisme Inngris seperti Jhon Lock (1632-1704) dan David Hume (1711-1776), yang menyatakan bahwa anak itu lahir bagaikan kertas putih yang kepadanya bisa dituliskan apa saja. Konsep ini dalam ilmu jiwa perkembangan dikenal dengan istilah Tabula Rasa. Empirisme Lock dan Hume dibangun berdasarkan prinsip tunggal, ''semua pengetahuan berawal dari pengalaman''.
Al-Ghazali, sebagaimana empirisisme Lock dan Hume,berpandangan bahwa anak itu berpotensi secara sama ('ala haddin sawa') untuk menerima yang baik dan buruknya. Sebagaimana dikatakan dalam Hadist Nabi Saw., ''Semua anak itu dilahirkan berdasarkan fitrahnya, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi'' (HR, Muslim). Dalam menafsirkan hadist ini Al-Ghazali mengatakan bahwa pada dasarnya setiap anak dilahirkan dengan membawa watak potensial yang seimbang. Namun demikian, Al-Ghazali juga tidak menampikadanya potensi bawaan (al-isti'dad al-waritsiyyah) yang juga berpretensi bagi pembentukan pribadi si anak. Namun, sekali lagi perlu ditegaskan bahwa potensi bawaan itu akan berkembang secara efektif dan dinamis bila mana dikembangkan melalui pendidikan.
Kualifikasi kompetensi profesional guru adalah taruhannya yang secara umum kualifikasi ini dibagi kedalam tiga tingkatan. Pertama, kapabilitas personal ( the person capability), yakni guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih baik mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses belajar mengajar (pembelajaran) secara efektif. Kedua, guru sebagai inovator, yakni sebagai tanaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi. Ketiga, guru sebagai developer, yakni selain menghayati kualifikasi yang pertama dan kedua, dalam tingkatan sebagai developer, guru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektinya. Bahkan lebih dari pada itu, guru juga disarankan memiliki rouping atau "panggilan hati nurani" untuk melakukan kegiatan pembelajaran/pendidikan. Selain itu kiranya learning expriences atau pengalaman belajar guru juga berpretensi positif dalam merangsang kesadaran dan komitmen anak didik mengenai masalah sosial dan etika masyarakatnya. Akhirnya, proses pembelajaran/pendidikan harus bisa membangkitkan kesadarn kependidikan bagi anak didik baik kognif, afektif, maupun psikomotorik.
• Al-QABISI
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Muhammad Khalaf al-ma’rifi al-Qabisi. Ia lahir di Kairawan, Tunisia, pada bulan Rajab, tahun 224 H. Bertepatan dengan 13 Mei tahun 936M. Ia pernah merantau ke beberapa negara timur tengah pada tahun 553 H/963 M. Selama 5 tahun, kemudian kembali ke negeri asalnya dan meninggal dunia pada tanggal 3 rabi’ul awal 403 H. Selain ahli dalam bidang hadits dan fikih, Al-Qabisi juga di kenal ahli dalam pendidikan.
• IBN JAMA’AH
`Konsep pendidikan yang di kemukakan oleh Ibn Jama’ah secara keseluruhan dituangkan dalam karyanya Tadzkirat as-Sami’ Wa Al-mutakallimin fi adab al-Alim wa al-Muta’allimin. Di dalam buku tersebut ibn Jama’ah mengemukakah tentang keutamaan ilmu pengetahuan dan orang-orang yang mencarinya serta etika orang yang berilmu termasuk para pendidik ; kewajiban guru terhadap peserta didik, mata pelajaran, etika peserta didik, etika dalam menggunakan literatur serta etika tempat tinggal bagi para guru dan murid.
• IBN TAIMIYAH (661-728 H/1263-1328 M)
Ibn taimiyah adalah Taqiyy Al-Din Ahmad ibn 'Abd Al-Halim ibn Taimiyah, dilahirkan dikota Haarran, sebelah utara suriah, pada Senin, 10 Rabiul Awal 661 H/22 Januari 1263 M dan meninggal dunia di Damaskus pada malam Senin (Minggu malam), 20 Zulkaidah 'Abd Al-Salam (627-672 H) adalah ulama besar yang mempunyai kedudukan tinggi di Masjid Damaskus. yang menarik dari kota kelahiran Ibn Taimiyah, Harran, adalah kota itu merupakan terpenting bagi penganut Helenisme. Harran menggantikan Alexandria, bahkan Atioch, sebagai pusat ilmu pengetahuan yang aktif.
Sejak kecil Ibn Taimiyah dikenal cerdas dan jenius serta mempunyai keinginan kuat untuk mencari ilmu. Pada usia 7 tahun, Ibn Taimiyah sudah mengahafal Al-Qur'an dengan amat lancar, bukan hanya menghafal tetapi juga memahami, menghayati, mengamalkan, dan memasyarakatkan Al-Qur'an. Dan Ibn Taimiyah juga adalah penganut salafiyah, yaitu paham yang berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan Sunnah.
Ibn Taimiyah, sekalipun dikenal bermazhab salafi, pemikiran-pemikirannya merupakan embrio pembaruan pemikiran Islam yang menarik minat banyak kalangan untuk menelaahnya sampai sekarang. Ruh pemikiran Ibn Taimiyah berkembang sampai masa kebangkitan (1800-sekarang).
Pemikiran Pendidikan
Pemikiran Ibn Taimiyah, bahwa ilmu yang bermanfaat (al-'ilm al-nafi') merupakan asas hidup yang utama. Mencari ilmu dalam Islam adalah ibadah dan beleburkan diri diri dilaut ilmu jihad. Sedangkan tauhid ajaran pokok pertama Islam, merupakan inner circle filsafat pendidikan, yang terbagi kedalam dua bagian; Tauhid Rububiyyah, keyakinan bahwa Allah adalah pendidik haqiqi bagi manusia dan alam, dan Tauhid uluhiyyah, keimanan bahwa hanya semata karena dan untuk Allah kita beribadah, cinta, memuji, dan taat. Karena itu akal, merupakan amunisi bagi tercapainya kemasalahatan manusia dalam perspektif kependidikan. Sebagaimana dikatakan IbnTaimiyah;
''Akal merupakan syarat didalam memahami ilmu pengetahuan, syarat bagi kesempurnaan, dan syarat bagi kemaslahatan segala amal. Dengan akal, ilmu dan amal menjadi sempurna. Namun, juga bukan karena semata-mata akal,melainkan insting dan kepekaan diri bawaan, merupakan faktor penentu sebagaimana kekuatan melihat pada mata. Akal mampu memahami cahayanya Al-Qur'an laksana kepekaan mata didalam menangkap cahaya matahari dan api''
Islam sendiri mencela orang tidak mau mempergunakan akalnya, orang yang terikat pikirannya dengan kepercayaan dan paham yang tak berdasarkan kepada landasan yang benar, orang yang mengikatkan diri kepada yang lain tanpa reserve kecuali kepada Tuhan. Jadi, suatu pendidikan manusia dikatakan sempurna jika mampu merealisasikan abadah kepada Allah dalam pengertiannya yang benar (bi ma'naha al-shahih). Karena kata ibadah, demikian Ibn Taimiyah, adalah kata ungkapan universal (ism jami') bagi segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Swt.
Ibn Taimiyah membagi ibadah kedalam dua bagian. Pertama, ibadah keagamaan ('ibadah diniyyah), yakni ibadah yang berkenaan dengan tata cara hubungan hamba dengan Tuhan, dengan pribadi, sosial, dan umat secara menyeluruh. Kedua, ibadah keduniaan/kealaman ('ibadah kawniyyah), yakni kesanggupan untuk menguak aturan-aturan Tuhan di dunia dan alam sekitarnya. Untuk merealisasikan ibadah keduniaan/kealaman ini meniscayakan anak didik diberi pendidikan ilmu-ilmu kealaman, seperti biologi, atronomi, astrologi, dan sebagainya.
Pemikiran pendidikan /kependidikan Ibn Taimiyah menyarankan adanya integrasi dan keseimbangan keilmuan (integrated curriculum) yang selama ini dipahami secara mendua (dualism), antara ilmu agama dan ilmu umum. Tujuan pendidikan yang diangankan Ibn Taimiyah adalah terbinanya pribadi Muslim (al-fard al-muslim) dan umat Muslim (al-ummah al-mulimah) secara seimbang, terlaksananya aspek keagamaan (al-mazhar al-ma'nawyy) dan aspek material (al-mazhar al-maddiyy), terkuaknya hakikat keagamaan (haqiqah diniyah) dan hakikat kealaman (haqiqah kawniyah), dan sebagainya.
Jauh sebelum para pemerhati, pemberi kebijakan, dan pelaku pendidikan menyadari akan pentingnya integrasi keilmuan dan kurikulum kependidikan, Ibn Taimiyah sesungguhnya sudah meletakkan dasar-dasar integrated curriculum dalam pemikiran pendidikannya. Integrated curriculum disini bisa memanifestasi berupa pelarutan dua hal yang berbeda untuk dipadukan baik secara substansif maupun formatif yang hasilnya sudah tidak bisa dibedakan jenisnya, ataupun percampuran dimana hasil perpaduannya masih bisa dibedakan baik secara substansif maupun formatif (A.M. Saefuddin, 1993:114). Jerome Bruner, seorang pakar kurikulum pendidikan Barat, dalam bukunya The Process of Education mengatakan bahwa pelarutan berarti integrated curriculum, sedangkan percampuran berarti correlated curriculum (Jerome Bruner,1993:83).
Kiranya konsep integrasi ilmu diatas merupakan aktualisasi konsep pendidikan tauhid Ibn Taimiyah. yaitu, konsepsi kependidikan yang integral dalam membangun kesadaran menyeluruh mengenai kekuasaan Tuhan di segala ayat-ayat-Nya. Ayat-ayat Tuhan itu meniscayakan diintegrasikan akal religius dan akal filosofis secara komprehensif untuk dikuak. Karena itu, integrasi keilmuan adalah sesuatu yang niscaya bagi sistem dan transformasi kependidikan. Integrasi keilmuan adalah jawaban bagi solusi kemanusiaan dan kealaman.
• AL-ZARNUJI (W. 591 H/1203M)
Nama Al-Zarnuji dikalangan pesantren sangat populer. Melalui karya monomentalnya, Ta'lim al-Muta'allim Thariqah al-Ta'allum, menjadi "pintu gerbang" santri dalam belajar, sama seperti al-Jurumiyah dan Amtsal al-Tshrifiyyah untuk gramatikal bahasa arab dan Taqrib untuk fiqih. Karya Al-Zarnuji itu telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, seperti inggris, Urdu, Latin, dan juga Indonesia (Mehdi Nakosteen, 1996:142).
Tidak diketahui pasti siapa Al-Zarnuji. Plessner, sebagaimana dikutip Sayyid Ahmad Ustman dalam Min A'lam al-Tarbiyyah al-'Arabiyyah al-Islamiyyah, mengatakan bahwa Al-Zarnuji adalah seorang filosof Arab yang tidak diketahui pasti siapa sebenarnya. Kecuali Fu'ad Al-Ahwani satu-satunya pertimbangan akademik yang mendekati kebenaran sejarah mengatakan bahwa Al-Zarnuji meninggal dunia pada 591 H/1203 M. Plessner, dengan mengutip pendapat Edwerd van Dyke dan Haji Khaliffah, mengatakan bahwa Al-Zarnuji adalah murid penulis kitab al-Hidayah, yakni Burhan Al-Din Ali ibn Abi Bakar Al-Farghani Al-Marghinani (w. 593 H). Al-Zarnuji sendiri seringkali menyebut gurunya ini dalam karangannya, yang dengan begitu menunjukkan bahwa ia meninggal dunia setelah tahun 593 H. Ibn Khalikan dalam karyanya Wafafayah al-A'yan menyebutkan bahwa Al-Zarnuji adalah guru Rukn Al-Din Imam Zada (w. 573 H/1177,8 M) dalam bidang fiqih dan di saat bersamaan ia belajar mujadalah pada Rida'Al-Din Al-Nisaburi.
2.2 Tokoh-tokoh Pendidikan Islam Di Indonesia
Adapun tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia antara lain:
1) Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869-1923)
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari K.H Abu Bakar Bin Kyai Sulaiman, khatib di Masjid besar (Jami’) kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu Setelah beliau menamatkan pendidikan dasarnya di suatu Madrasah dalam bidang Nahwu, Fiqih dan Tafsir di Yogyakarta beliau pergi ke Makkah pada tahun 1890 dan beliau menuntut ilmu disana selama satu tahun. Salah seorang gurunya Syekh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 beliau mengunjungi kembali ke Makkah dan kemudian menetap di sana selama dua tahun.
Beliau adalah seorang yang alim luas ilmu pengetahuanya dan tiada jemu-jemunya beliau menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada kesempatan sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolehnya. Observation lembaga pernah beliau datangi untuk mencocokan tentang ilmu hisab. Beliau ada keahlian dalam ilmu itu. Perantauanya kelauar pulau jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa pada waktu itu banyak dikunjungi.
Cita-cita K.H Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama adalah tegas, beliau hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita agama Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama, keyakinan beliau ialah bahwa untuk membangun masyarakat bangsa harus terlebih dahulu dibangun semangat bangsa. K.H Ahmad Dahlan pulang ke Rahmatullah pada Tahun 1923 M Tanggal 23 Pebruari dalam usia 55 Tahun dengan meninggalkan sebuah organisasi Islam yang cukup besar dan di segani karena ketegaranya.
2) K.H Hasim Asy’ari (1971-1947)
K.H Hasim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur mula-mula beliau belajar agama Islam pada ayahnya sendiri K.H Asy’ari kemudian beliau belajar di pondok pesantren di Purbolinggo, kemudian pindah lagi ke Plangitan Semarang Madura dan lain-lain.
Sewaktu beliau belajar di Siwalayan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891, K.H Ya’kub yang mengajarnya tertarik pada tingkahlakunya yang baik dan sopan santunya yang harus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu, dan akhirnyabeliau dinikahkan dengan putri kiyainya itu yang bernama Khadijah (Tahun 1892). Tidak lama kemudian beliau pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama setahun, sedang istrinya meninggal di sana.
Pada kunjunganya yang kedua ke Makkah beliau bermukim selama delapan tahun untuk menuntut ilmu agama Islam dan bahasa Arab. Sepulang dari Makkah beliau membuka pesantren Tebuiring di Jombang (pada tanggal 26 Rabiul’awal tahun 1899 M)
Jasa K.H Hasim Asya’ari selain dari pada mengembangkan ilmu di pesantren Tebuireng ialah keikutsertaanya mendirikan organisasi Nahdatul Ulama, bahkan beliau sebagai Syekul Akbar dalam perkumpulan ulama terbesar di Indonesia.
Sebagai ulama beliau hidup dengan tidak mengharapkan sedekah dan belas kasihan orang. Tetapi beliu mempunyai sandaran hidup sendiri yaitu beberapa bidang sawah, hasil peninggalanya. Beliau seorang salih sungguh beribadah, taat dan rendah hati. Beliau tidak ingin pangkat dan jabatan, baik di zaman Belanda atau di zaman Jepang kerap kali beliau deberi pangkat dan jabatan, tetapi beliau menolaknya dengan bijaksana.
Banyak alumni Tebuiring yang bertebarang di seluruh Indonesia, menjadi Kyai dan guru-guru agama yang masyhur dan ada diantra mereka yang memegang peranan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia, seperti mentri agama dan lain-lain (K.H A. Wahid Hasyim, dan K.H Ilyas).
K.H Asy’ari wafat kerahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren Tebuiring yang tertua dan terbesar untuk kawasan jawa timur dan yang telah mengilhami para alumninya untuk mengembangkanya di daerah-daerah lain walaupun dengan menggunakan nama lain bagi pesantren-pesantren yang mereka dirikan.
3) K.H Abdul Halim (1887-1962)
K.H Abdul Halim lahir di Ciberelang Majalengka pada tahun 1887. beliau adlah pelopor gerakan pembeharuan di daerah Majalengka Jawa Barat yang kemudian berkembang menjadi Perserikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911. yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya adalah seorang penghulu di Jatiwangi), sedangkan famili-familinya tetap mempunyai hubungan yang erat secara keluarga dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.
K.H Abdul Halim memperoleh pelajaran agama pada masa kanak-kanak dengan belajra diberbagai pesantren di daerah Majalengka sampai pada umur 22 Tahun. Ketika beliau pergi ke Makkah untuk naik haji dan untuk melanjutkan pelajaranya.
Pada umumnya K.H Abdul Halim berusaha untuk menyebarkan pemikiranya dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa beliau tidak pernah mengecam golongan tradisi ataupun organisasi lain yang tidak sepaham dengan beliau, tablignya lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakan etika di dalam masyarakat dan bukan merupak kritik tentang pemikiran ataupun pendapat orang lain.
Pada tanggal 7 Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang kerahmatullah di Majalengka Nawa Barat dalam usia 75 Tahun dan dalam keadaan tetap teguh berpegang pada majhab Safi’i.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seteleh mempelajari dan melihat pembahasan yang telah dijabarkan, dari uraian diatas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwasannya:
Sejarah adalah khas manusia . salah satu wujud kesadaran historis adalah mempelajari, menelaah, dan merenungkan kembali karya-karya dan pemikiran-pemikiran ulama/kaum intelektual masa lalu sebagai referensi membangun masa depan. Apapun alasan yang dikemukakan adalah bahwa menengok kebelakang dengan menkaji karya-karya dan pemikiran-pemikiran kependidikan ulama/kaum intelektual terdahulu adalah sesuatu yang urgen bagi kepentingan pembangunan sistem pendidikan masa sekarang dan masa yang akan datang.
• Tokoh-tokoh muslim yang berperan dalam mengembangkan pendidikan
Islam diantaranya yaitu:
Ibn Miskawaih
Ibn Sina
Ibn Jama’ah
Abu Hamid Al-Ghazali
Ibn taimiyah
Al-Zarnuji
3.2 Saran
Berdasarkan keseluruhan pembahasan dalam tulisan ini penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut:
Mempelajari dan mengetahui jasa-jasa para tokoh pendidikan muslim dalam merentaskan kebodohan dan mengembangkan pendidikan islam sangatlah penting. Karena dengan itu, kita akan mengetahui wawasan baru, sejarah, serta jasa-jasa tokoh-tokoh muslim dalam pendidikan. Apabila penyusunan makalah ini ada yang kurang berkenan dihati pembaca, kami selaku pemakalah meminta ma'af dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bermanfa'at dan membangun dari para pembaca hingga dapat dapat meningkatkan kualitas isi dari makalah “Tokoh-tokoh Pendidikan Muslim”.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz . 2008. 99 Kyai Kharismatik Indonesia, Yogyakarta: Kutub
Basri, Hasan. Filsafat pendidikan Islam,bandung: PT Pustaka Setia
Hasbullah.1996. dasar-dasar ilmu pendidikan, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Dr., Tholkhah, Imam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam : Pendidikan historis, teoritis,
Jakarta: Ciputat Pers
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment