Friday, 17 November 2017

PENGERTIAN SYARI’AT, USHUL FIQH, FIQH DAN SIYASAH SYARI’AH SERTA MANFAAT DAN KEGUNAAN MEMPELAJARI FIQH DAN USHUL FIQH


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
CICI FAMILA (150202011)
HANI SAFITRI (150202026)
MIRA RATNA SARI (150202027)



FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM AR-RANIRY BANDA ACEH
TAHUN 2016


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab dan menjadikan bahasa Arab bahasa ahlul jannah. Shalawat beriring salam mudah-mudahan tetap tercurah kepada Nabi Muhammd SAW, keluaga, sahabat, dan pengemban risalahnya hingga akhir zaman. Amin.
Dalam hal ini, kami mencoba menjelaskan tentang “’PENGERTIAN SYARI’AT, USHUL FIQH, FIQH DAN SIYASAH SYARI’AH SERTA MANFAAT DAN KEGUNAAN MEMPELAJARI FIQH DAN USHUL FIQH”. Untuk itu, kami disini menjelaskan tentang pengertian dari judul yang tertera di atas serta kami lengkapi dengan penjelasan-penjelasan yang lebih lengkap beserta dalil-dalil yang menyangkut di dalamnya.
Dalam penulisan makalah ini mungkin belum sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan sarannya untuk kemajuan makalah ini. Semoga apa yang kami rangkum di sini dapat bermanfaat bagi kita para pembacanya.

Darussalam,02   April 2016

                                                                                                Kelompok I



BAB I PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Para ulama sepakat bahwa tindakan manusia baik berupa perbuatan maupun ucapan, dalam hal ibadah maupun muamalah berupa tindak pidana maupun perdata, masalah akad atau pengelolaan, dalam syariat islam semuanya masuk dalam wilayah hukum. Hukum-hukum itu sebagian ada yang dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Al Sunnah dan sebagian tidak. Tetapi syariat islam telah menetapkan dalil dan tanda-tanda tentang hukum yang tidak dijelaskan oleh keduanya, sehingga seorang mujtahid dengan dalil dan tanda-tanda hukum itu dapat menetapkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tidak dijelaskan tersebut.
Dari kumpulan hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan tindakan manusia yang diambil dari nash-nash yang ada atau dari pembentukan hukum berdasarkan dalil syarat yang tidak ada nashnya, terbentukalah ilmu Fiqih. 
Ilmu Fiqih menurut  syara’ adalah pengetahuan tentang hukum syariat yang sebangsa perbuatan yang diambil dari dalil-dalilnya secara detail.
Berdasarkan penelitian, para ulama telah menetapkan bahwa dalil yang dapat diambil sebagai hukum syariat yang sebangsa perbuatan itu ada empat yaitu:
1.      Al-Qur’an,
2.      Al-Sunnah,
3.      Al-Ijma, dan
4.      Al-Qiyas.
Dan bahwa sumber  pokok dalil-dalil tersebut serta sumber hukum syariat adalah al-Qur’an kemudian al-Sunnah sebagai penjelas atas keglobalan al-Qur’an, pembatasan keumumannya, pengikat kebebasannya dan sebagai penerangan serta penyempurna. Dari keseluruhan kaidah dan hasil penelitian tentang hukum islam, maka terlahirlah  Ushul Fiqh.
Ushul fiqh adalah kumpulan kaidah dan pembahasannya yang digunakan untuk menetapkan hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan manusia dari dalil-dalilnya yang terperinci. Untuk lebih jelasnya saya akan membahas tentang Ilmu Fiqih, Ushul Fiqih, dan perbedaannya pada bab selanjutnya.

B.     TUJUAN
Mengetahui pengertian dari syari’at, ushul fiqh, fiqh dan siyasah syari’ah seta manfaat dan kegunaan mempelajari fiqh dan ushul fiqh serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.



BAB II PEMBAHASAN

A.        Pengertian Syari’at, Ushul Fiqh, Fiqh, dan Siyasah Syari’ah
1.         Syari’at
Syari’at menurut bahasa berarti jalan menuju tempat keluarnya air untuk minum. Kata ini kemudian dikonotasikan sebagai jalan lurus yang harus di ikuti. Menurut istilah, syari’at adalah hukum-hukum dan tata aturan Allah yang ditetapkan bagi hamba-Nya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan syari’at adalah
النظم التى شرعها الله او شرع اصولها ليأخذ الانسان بها نفسه في علاقته بربه وعلاقته بأخيه المسلم وعلاقته بأخيه الانسان وعلاقته بالكون وعلاقته بالحياة.
“Aturan yang disyariatkan oleh Allah atau dasar peraturan yang di syari’atkan oleh Allah agar manusia mengambil dengannya di dalam berhubungan dengan Tuhannya, berhubungan dengan sesama muslim, berhubungan dengan sesame manusia, berhubungan dengan keadaan dan juga kehidupan”.

Selain itu, istilah syari’ah juga dapat didefinisikan sebagai berikut
ما بين على لسان نبي من الانبياء وما أنزله الله من الاحكام
“suatu perkara yang dijelaskan memlalui lisannya nabi dari beberapa nabi dan perkara yang diturunkan oleh allah dari beberapa hukum.”

Menurut beberapa pengertian  di atas, dapat dipahami bahwa syari’ah meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik aspek hubungan manusia dengan Allah swt. Manusia dengan manusia dan manusia dengan alam semesta.

Syari’ah mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba yang harus taat, tunduk dan patuh kepada Allah swt. ketaatan dan ketundukan tersebut ditunjukkan dengan cara melaksanakan ibadah yang tata caranya telah diatur sedemikian rupa dalam aturan yang disebut dengan syari’ah. Syari’ah juga mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri untuk mewujudkan sosok individu yang saleh dan mencerminkan sosok pribadi yang sempurna.

2. Ushul Fiqh

Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata Ushul dan kata Fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syari'ah. 
Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.
Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang dicontohkan olehAbu Hamid Hakim :

Artinya:
"Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta'ala berfirman: "...dan tunaikanlah zakat!."
Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum, seperti dalam ungkapan sebagai berikut :

Artinya:
"Kebolehan makan bangkai karena terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni dari ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta'ala berfirman : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai... ".
Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi fiqh dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.
Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :

Artinya:
"Ilmu tentang hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."

1.         Fiqh
Fiqih menurut bahasa artinya pemahaman yang mendalam (تفهم  ) dan
membutuhkan pada adanya pengarahan potensi akal , sebagaimana firman allah swt. Dan sabda nabi muhammad saw, yaitu :
1.      Al-qur’an : surat al-taubah : 122
فلو لا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.”

2.      Al-hadits, HR. Bukhori, muslim, ahmad ibn hanbal, turmudzi dan ibnu majah sebagai berikut
من يرد الله خيرا يفقهه في الدين
“jika allah menginginkan suatu kebaikan bagi seseorang , dia akan memberikan suatu pemahaman keagamaan (yang mendalam) kepadanya.[3]

Sedangkan pengertian fiqh menurut istilah adalah sebagaimana yang elah dikemukakan oleh para fuqoha’ ialah:
1.      Abdul Wahab Kholaf
 الفقه هو العلم بالاحكام الشرعية العلمية المكتسب من ادلتها التفصلية
“Fiqh ialah ilmu tentang hukum syara’ yang bersifat praktis (amaliyah) yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang terperinci.”

2.      Wahbah Az-Zuhaili
 الفقه هو مجموعة الاحكام الشرعية العلمية المكتسب من ادلتها التفصلية
“Fiqh ialah himpunan hukum syara’ yang bersifat praktis (amaliyah) yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang terperinci.”

3.      Ahmad Bin Muhammad Dimyati
معرفة الاحكام الشرعية التي طريقها الاجتهاط
“Mengetahui hukum-hukum syara’ dengan menggunakan jalan ijtihad.”[4]

Dari beberapa pengertian di atas, memberikan suatu pengertian bahwa definisi pertama, fiqh dapat dipandang sebagai suatu ilmu yanfg didalamnya menjelaskan masalah hukum, sedang definisi kedua, fiqh dipandang sebagai suatu hukum, sebab didalam keduanya terdapat kemiripan antara fiqh sebagai ilmu dan fiqh sebagai hukum. Artinya ketika ia dipandang sebagai ilmu, maka dalam penyajiannya diungkapkan secara deskriptif, akan tetapi ketika ia dipandang sebagai suatu hukum, maka penyajiannya diungkapkan secara analisis induktif.[5]
Para ulama sependapat bahwa setiap perkataan dan perbuatan manuasia, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan tuhannya, ataupun yang menyangkut dengan sesamanya, semuanya telah diatur oleh syara’. Peraturan-peraturan ini sebagiannya diterangkan melalui wahyu, baik diterangkan dalam al-Qur’an maupun Sunnah, dan sebagian lagi diterangkan dengan jelas melalui wahyu, namun oleh nash ditunjuk tanda-tanda (qarinah) atau melalui tujuan umum syari’at itu sendiri, maka berdasarkan petunjuk itu para mujtahid menetapkan hukumnya. Semua ketentuan-ketentuan hukum baik yang ditetapkan melalui nash atau ijtihad para mujtahid pada bidang yang tidak ada nashnya, dinamakan fiqih.[6]

3.         Siyasah Syar’iyah
Secara sederhana siyasah syar’iyah diartikan sebagai ketentuan kebijaksanaan pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syariat.
Khallaf merumuskan siyasah syar’iyah dengan:
Pengelolaan masalah-masalah umum bagi pemerintah islam yang menjamin terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya kemudharatan dari masyarakat islam,dengan tidak bertentangan dengan ketentuan syariat islam dan prinsip-prinsip umumnya, meskipun tidak sejalan dengen pendapat para ulama mujtahid.[1]
            Definisi ini lebih dipertegas oleh Abdurrahman taj yang merumuskan siyasah syariyah sebagai hukum-hukum yang mengatur kepentingan Negara, mengorganisasi permasalahan umat sesuai dengan jiwa (semangat) syariat dan dasar-dasarnya yang universal demi terciptanya tujuan-tujuan kemasyarakatan, walaupun pengaturan tersebut tidak ditegaskan baik oleh Al-Qur’an maupun al-sunah.[2]
            Bahansi merumuskan bahwa siyasah syar’iyah adalah pengaturan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan tuntutan syara. Sementara para fuqaha, sebagaimana di kutip khallaf, mendefinisikan siysah syariyah sebagai kewenangan penguasa/pemerintah untuk melakukan kebijakan-kebijakan politik yang mengacu kepada kemaslahatan melalui peraturan yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama, walaupun tidak terdapat dalil yang khusus untuk hal itu.
            Dengan menganalisis definisi-definisi yang di kemukakan para ahli di atas dapat ditemukan hakikat siyasah syar’iyah, yaitu:
1.      Bahwa siyasah syar’iyah berhubungan dengan pengurusan dan pengaturan kehidupan manusia.
2.      Bahwa pengurusan dan pengaturan ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan (ulu ai-amr)
3.      Tujuan pengaturan tersebut adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan menolak kemudharatan.
4.      Pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan ddengan syariat islam.
Berdasarkan hakikat siyasah syar’iyah ini dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber pokok siyasah syar’iyah  adalah al quran dan ai sunnah. Kedua sumber inilah yang menjadi acuan bagi pemegang pemerintahan untuk menciptakan peraturan-peraturan perundang-undangan dan mengatur kehidupan bernegara.

B. Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Fiqh dan Ushul Fiqh

      Para ulama Ushul Fiqh menyimpulkan bahwa tujuan utama Ushul Fiqh adalah mengetahui dalil-dalil syara’, yang menyangkut persoalan ‘aqidah, ibadah, mua’amalah, ‘uqubah dan akhlak.
      Secara sistematis, para ulama Ushul Fiqh mengemukakan kegunaan Ilmu Ushul Fiqh, yaitu antara lain:
1.      Mengetahui kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan mujtahid dalam memeroleh hukum melalui metode ijtihad yang mereka susun.
2.      Memberikan gambaran mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid, sehingga dengan tepat ia dapat menggali hukum-hukum syara’ dari nash. Di samping itu, bagi masyarakat awam, melalui ushul fiqh mereka dapat mengerti bagaimana para mujtahid menetapkan hukum sehingga dengan mantap mereka dapat memedomani dan mengamalkannya.
3.      Menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para mujtahid, sehingga berbagai persoalan baru yang secara lahir belum ada dalam nash; dan belum ada ketetapan hukumnya di kalangan ulama terdahulu dapat ditentukan hukumnya.
4.      Memelihara agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi. Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
5.      Menyusun kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai persoalan social yang terus berkembang.
6.      Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam berijtiahd, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.


                                                                                                                  





BAB III
PENUTUP
           
Syari’at adalah hukum-hukum dan tata aturan allah yang ditetapkan bagi hamba-Nya, Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh, Fiqh berarti pemahaman yang mendalam, dan Siyasah Syar’iyah adalah ketentuan kebijaksanaan pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syariat.
Manfaat mempelajari ilmu fiqh dan ushul fiqh, yaitu;
1.      Mengetahui kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan mujtahid dalam memeroleh hukum melalui metode ijtihad yang mereka susun.
2.      Memberikan gambaran mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid, sehingga dengan tepat ia dapat menggali hukum-hukum syara’ dari nash. Di samping itu, bagi masyarakat awam, melalui ushul fiqh mereka dapat mengerti bagaimana para mujtahid menetapkan hukum sehingga dengan mantap mereka dapat memedomani dan mengamalkannya.
3.      Menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para mujtahid, sehingga berbagai persoalan baru yang secara lahir belum ada dalam nash; dan belum ada ketetapan hukumnya di kalangan ulama terdahulu dapat ditentukan hukumnya.
4.      Memelihara agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi. Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
5.      Menyusun kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai persoalan social yang terus berkembang.
6.      Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam berijtiahd, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.


No comments:

Post a Comment