BAB I
- Pendahuluan
Hakikat pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia menjadi manusiawi1. Melalui pendidikan, potensi manusia akan tumbuh berkembang menjadi insan yang tertata pola pikirnya, termanifestasikan sikap dan tingkah laku baiknya. Pendidikan mengarahkan manusia dari sebelumnya tidak mengetahui banyak hal menjadi tahu banyak, sebelumnya berperilaku kurang baik menjadi berperilaku baik. Pendidikan menfasilitasi manusia menjadi dewasa, bertanggungjawab, jujur, beradab, dan berkarakter. Artinya, orientasi penyelenggaraan pendidikan sejatinya merupakan pintu utama dan pertama dalam membangun kepribadian atau karakter manusia.
Penyelenggara pendidikan berbasis karakter tidak sebatas bertumpu pada tanggungjawab pemerintah melalui lembaga pendidikan formal sekolah. Tetapi hal ini merupakan tanggungjawab semua pihak, utamanya lembaga pendidikan informal yang berlangsung dalam kehidupan keluarga, dan pendidikan non formal di tengah-tengah masyarakat. Perpaduan peran dan fungsi ketiga lembaga pendidikan tersebut tidak hanya menghasilkan peserta didik yang cerdas dan terampil, tetapi juga mencerminkan proses pendidikan sebagai pewarisan nilai-nilai luhur, agama, dan budaya bangsa yang mengakar dalam kehidupan masyarakat. Terkait dengan hal tersebut, secara teknis dibutuhkan penguatan pengelolaan pendidikan dengan pengembangan program-program yang berbasis pendidikan karakter.
Pendidikan karakter dalam lintas sejarah pendidikan di Indonesia telah dicanangkan sejak tahun 1947, bersamaan dengan dimulainya pemberlakuan sistem kurikulum dalam pendidikan di Indonesia, yang populer dengan istilah leer plan, artinya rencana pengajaran. Sejak itu, visi dan misi pendidikan berbasis pada pembentukan karakter mulai dikembangkan. Beni Ardalin Sinaga, menyebutkan Rencana Pelajaran 1947 memberikan keutamaan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat2.
Perubahan dan pengembangan kurikulum selanjutnya terjadi pada tahun 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 hingga 2013 dengan semakin memperkuat aspek pendidikan yang berbasis karakter. Di penghujung pemerintahan Soekarno, kurikulum 1964 difokuskan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasi dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmaniah.
1). Manusiawi dapat dimaknai sebagai manusia utuh, paripurna, sempurna. Mutahhari menyebutnya insan kamil, artinya manusia teladan atau manusia ideal. Lihat Murthadha Muthahhari, Manusia Seutuhnya, Studi Kritis Berbagai Pandangan Filosofis.(Jakarta : Sadra International Institute, 2012), h. 2. Pendapat serupa, O’neil, menyebut manusiawi sebagai kemampuan-kemampuan positif, misalnya kemampuan untuk menjadi rasional, bermoral, mencari pencerahan atau penerangan akal budi. Selanjutnya lihat Willian F. O’neil, Educational Ideologies:Contemporary Expressions Of Educational Philosiphie, diterjemahkan dengan judul Ideologi- Ideologi Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal 79. Terkait dengan itu, dalam naskah latar belakang pada dokumen kurikulum 2013 pendidikan nasional, disebutkan bahwa manusia yang berkualitas adalah manusia yang terdidik, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Lihat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, “Dokumen Kurikulum 2013”, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desember 2012), h. 1.
2). Beni Ardalin Sinaga, https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid...id...3 April 2013
Kurikulum 1968, bertujuan mempertinggi mental-moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat. Selanjutnya, dalam perubahan kurikulum pada tahun-tahun berikutnya, yakni kurikulum 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006 perubahan lebih diarahkan pada aspek pengembangan manajemen pendidikan, termasuk di dalamnya pengaturan beban belajar dan perubahan dan penggantian satuan pendidikan. Selain itu, perhatian difokuskan pada pengembangan pendekatan dalam pembelajaran dan metode pembelajaran, serta masalah peningkatan mutu pendidikan.
Implikasi dari perubahan kurikulum 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006, aspek pendidikan karakter tidak mendapatkan perhatian signifikan. Terkait dengan perubahan kurikulum, Winarno Surakhmad, menyatakan bahwa setelah melalui proses ‘perubahan demi perubahan’ yang panjang dan mahal, kurikulum tidak terbukti dan tidak terasa mengubah apa-apa yang berarti dan Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013 berkelanjutan3. Efek perubahan tidak signifikan, bukan hanya rendahnya mutu pendidikan, melainkan juga berdampak pada lemahnya perhatian pada pembentukan karakter anak bangsa.
Indikasi tidak signifikannya perubahan kurikulum pada aspek pembentukan karakter, menunjukan sinyal adanya ancaman berbahaya dalam dunia pendidikan di tanah air. Terkait dengan itu, Sudarwan Danim, menjelaskan bahwa gelagat buruk para pelajar dan generasi muda cenderung makin mekar sejak tahun 1980-an. Selanjutnya disebutkan, bentuk-bentuk anomali perilaku yang ditampilkannya bervariasi, seperti perkelahian antar pelajar, keterlibatan dalam narkotik, minuman keras, pengrusakan, pemukulan guru, mogok belajar, ekstasi, perbuatan asusila4, dan sebagainya5. Fakta-fakta ini, menunjukkan bahwa pendidikan tidak diorientasikan pada pendidikan berbasis karakter.
Pada 2 Mei 2010, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional, merupakan momentum adanya penegasan kembali pembentukan karakter dalam sistem pendidikan di tanah air dengan mengusung tema, “Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa”. Salah satu makna penting dari tema ini, bahwa pembangunan karakter dan pendidikan karakter, merupakan suatu keharusan, karena pendidikan tidak hanya mengantarkan anak bangsa menjadi cerdas tetapi juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun, sehingga keberadaanya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat pada umumnya.
Tema tersebut melahirkan pemahaman bahwa pendidikan karakter merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, pasal 3 disebutkan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
3. Winarno Surakhmad, Pendidikan Nasional; Strategi dan Tragedi (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2009), hal. 70.
4. Krisis moral, perbuatan asusila sebagai bentuk pergaulan bebas di kalangan remaja sudah sangat mengancam generasi muda bangsa kedepan dan semakin meprihatinkan, bahkan hasil survei KOMNAS PA (komisi Nasional Perlindungan Anak) 2012, terungkap bahwa sebanyak 62,7 persen pelajar SMP sudah tidak perawan lagi. 22 persen pernah aborsi. Dari survei yang diselenggarakan KOMNAS PA tersebut terungkap bahwa tren prilaku seks bebas pada remaja Indonesia tersebar secara merata di seluruh kota dan desa, dan terjadi pada berbagai golongan, status ekonomi dan sosial, kaya maupun miskin. Syamsul Mahmuddin, 25 Maret 2012. http://www. koalisiperempuan. or. id/kliping-media-4/
5. Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 10)
Terkait dengan kurikulum 2013, untuk tujuan pengembangan pendidikan karakter, tentu sejatinya tidak hanya menegaskan pentingnya pendidikan karakter, atau tidak cukup hanya dinyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan keharusan. Melainkan, pertanyaan subtansial yang harus dijawab adalah Apakah yang dimaksud pendidikan karakter itu? Bagaimana mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kurikulum 2013? Apakah kurikulum 2013 memberikan ruang yang proporsional untuk efektifnya pengembangan pendidikan yang berbasis karakter.
- Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
- Pendidikan Karakter
- Pengertian Pendidikan Karakter
Sebelum memberikan pengertian lengkap mengenai pendidikan karakter, maka perlu diurai pengertian pendidikan dan karakter secara terpisah. Cukup banyak pendapat dari berbagai pakar pendidikan yang populer dan layak dijadikan referensi terkait pengertian pendidikan. Di antaranya, Langeveld yang menegaskan bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan pada anak dan tertuju kepada kedewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Suwarno mengutip beberapa definisi pendidikan dari para pakar. Di antaranya John Dewey yang menyebutkan pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Driyarkara, menyebutkan pendidikan pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani. Ki Hajar Dewantara, menyebutkan pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya6. Tilaar, menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha untuk memberdayakan manusia. Yakni manusia yang dapat berpikir kreatif, yang mandiri, dan yang dapat membangun dirinya dan masyarakatnya7.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara8.
Beragam pendapat tersebut, secara esensial menunjukkan titik temu pandangan yang menempatkan pendidikan sebagai suatu keniscayaan bagi setiap manusia, karena manusia harus memperoleh pendidikan atau butuh pendidikan untuk tumbuh kembangnya potensi yang dimiliki manusia. Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana dan terarah dalam suatu lingkungan pembelajaran yang menumbuhkan serta mengembangkan segenap potensi manusia untuk mencapai kedewasaan yang memiliki kemanfaatan baik dirinya dan masyarakatnya.
6. Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan (Jakarta: Aksara Baru, 1985), hal. 8.
7. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional ( Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 21
8. Republik Indonesia. “Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional” (pasal 1 ayat 1). Lihat Memahami Undang-Undang Menumbuhkan Kesadaran, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. (Jakarta : Visimedia, 2007), hal. 2
Secara sederhana dipahami, karakter merupakan tabiat atau kepribadian yang baik, akhlak mulia yang didasarkan pemahaman dan penghayatan tentang kebaikan, serta berkomitmen melaksanakan kebaikan itu, dengan memberi manfaat besar terhadap sekililingnya.
Karakter sebagai pengembangan kualitas diri, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut para developmental psychologist, setiap manusia memiliki potensi bawaan yang akan termanifestasi setelah dia dilahirkan, termasuk potensi yang terkait dengan karakter atau nilai- nilai kebajikan.
Memahami uraian arti pendidikan dan kerakter tersebut, maka pendidikan karakter merupakan usaha sadar yang terencana dan terarah melalui lingkungan pembelajaran untuk tumbuh kembangnya seluruh potensi manusia yang memiliki watak berkpribadian baik, bermoral-berakhlak, dan berefek positif konstruktif pada alam dan masyarakat.
Ide pendidikan karakter tersebut, dapat diimplementasikan pada semua lingkungan pendidikan, baik pendidikan formal, non formal, dan informal. Artinya, pengembangan pendidikan karakter menjadi tanggung jawab semua pihak. Implementasi pendidikan karakter di lingkungan pendidikan formal- sekolah, merupakan pemeran utama karena di lembaga pendidikan formal, pembelajarannya lebih terorganisir, dibelajarkan beragam mata pelajaran, serta guru yang memiliki ragam pengalaman dan pemahaman akademik. Senada dengan itu, Ahmad Husen, menyebutkan bahwa, sekolah atau perguruan tinggi harus meyikapi pendidikan karakter seserius sekolah menghadapi pendidikan akademik, karena sekolah yang hanya mendidik pemikiran tanpa mendidik moral adalah sekolah yang sedang mempersiapkan masyarakat yang berbahaya. Beberapa argumentasi di atas, menunjukkan betapa pentingnya pendidikan karakter.
- Urgensi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional
Eksistensi suatu bangsa ditentukan oleh karakter yang dimiliki bangsa tersebut. Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Artinya, pembentukan karakter suatu bangsa bukan sebatas suatu keniscayaan, melainkan merupakan suatu yang esensi yang memiliki pengaruh kuat terhadap keseluruhan aspek dalam kehidupan dan pembangunan bangsa.
Dalam naskah Kebijakan Nasional Pembagunan Karakter Bangsa, diuraikan bahwa, ada beberapa alasan mendasar yang melatari pentingnya pembangunan karakter bangsa, baik secara filosofis, ideologis, normatif, historis maupun sosiokultural. Secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan survive sebagai suatu bangsa. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya mengejawantahkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif, pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah mencapai tujuan bangsa yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Secara historis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurung sejarah, baik pada zaman penjajahan maupun di zaman kemerdekaan. Secara kultural, pembangunan karakter bangsa merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural.
Uraian pentingnya pembangunan karakter bangsa, sebagaimana diuraikan di atas memberikan penegasan sekaligus penguatan atas perlunya mengoptimalkan dan memperioritaskan upaya pembangunan karakter bangsa sekaligus menjelaskan fungsi dan manfaat pembentukan karakter bangsa. Yaitu; 1) pembentukan karakter bangsa dapat membentuk dan mengembangkan potensi manusia ke arah baik, berpikiran baik, berhati baik, dan berprilaku baik sesuai dengan falsafah bangsa tersebut; 2) memperbaiki dan memperkuat pilar- pilar berbangsa melalui semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga mesin negara akan lebih efektif dalam memajukan, memandirikan, dan mensejahterakan bangsanya; 3) menegaskan identintas bangsa, sehingga dengan demikian dapat memilih dan memilah budaya bangsa lain yang tidak sesuai maupun yang dapat diakomodir sesuai dengan nilai-nilai yang tertanam dan menjadi anutan bangsa tersebut.
Upaya pembangunan karakter bangsa semestinya dioptimalkan dan dijadikan sebagai perioritas utama, karena banyaknya fakta-fakta sosial yang buruk yang terjadi di mana-mana. Dintaranya, fenomena sikap anarkis, pemaksaan kehendak, konflik sosial, kerusuhan dan kekerasan, tawuran pelajar dan mahasiswa, pergaulan bebas disertai pornografi dan pornoaksi, kejahatan seks, kesenjangan sosial ekonomi, monopoli perdagangan dan konglomerasi, semakin rusaknya lingkungan alam, korupsi, dan seterusnya. Fakta-fakta ini mengindikasikan adanya ancaman serius masa depan bangsa.
Institusi pendidikan, terutama pendidikan formal, tergolong pihak yang bertanggungjawab atas fakta-fakta sosial yang digambarkan di atas. Karena institusi pendidikan formal merupakan wadah yang teroganisir untuk membimbing, mendidik, dan membelajarkan generasi bangsa. Ahmad Husen, menyebutkan, sekolah atau perguruan tinggi memiliki pengaruh dan dampak terhadap karakter siswa atau mahasiswa, baik disengaja maupun tidak. Hal ini menjadi entry point untuk menyatakan bahwa sekolah atau kampus mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melakukan pendidikan moral dan pembentukan karakter.
Senada dengan itu, menurut Berkowits dan Melinda sebagaimana dikutip Husen menambahkan pandangan di atas, bahwa ada tiga alasan mendasar sekolah bertanggungjawab untuk melakukan pendidikan karakter. Yaitu, 1) secara faktual, disadari atau tidak, disengaja atau tidak, sekolah atau perguruan tinggi berpengaruh terhadap karakter siswa atau mahasiswa; 2) Secara politis, setiap negara mengharapkan warga negara yang memiliki karakter positif. Banyak hal yang berkaitan dengan kesuksesan pembangunan sebuah negara sangat bergantung kepada karakter bangsanya; 3) perkembangan mutakhir menunjukkan ternyata bahwa pendidikan karakter yang efektif mampu mendorong dan meningkatkan pencapaian tujuan-tujuan akademik sekolah atau perguruan tinggi. Dengan kata lain, pendidikan karakter dapat meningkatkan pembelajaran.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah dinyatakan dalam BAB II pasal 3 yang memuat fungsi dan tujuan pendidikan, yaitu pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Secara substansial, penjelasan tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional dalam UU 20 Tahun 2003 di atas, telah meletakkan dan mengarahkan penyelenggaraan pendidikan berorientasi pada pembentukan karakter peserta didik. Dengan demikian, pendidikan berbasis karakter dipandang perlu dan urgen dalam sistem pendidikan nasional. Urgensi yang dimaksud, yakni; 1) lembaga pendidikan merupakan wadah yang teroganisir dan efektif untuk menghasilkan generasi penerus bangsa berkarakter. Generasi bangsa berkarakter menjadikan bangsa jaya dan bermartabat; 2) lembaga pendidikan merupakan wadah persemaian dan transformasi nilai-nilai luhur budaya bangsa dalam membangun integritas keperibadian dan memperkokoh identitas diri peserta didik. Lembaga pendidikan menjadi wadah tumbuhnya semangat patriotisme, nasionalisme, dan rasa kecintaan yang kuat sebagai anak bangsa; 3) Lembaga pendidikan merupakan tempat mendidik generasi bangsa yang berakhlak mulia dan bermartabat.
Mengingat lembaga pendidikan sangat efektif dalam pembentukan karakter, maka yang diperlukan model pengelolaan pendidikan yang memadai dalam mewujudkan harapan tersebut. Salah satu variabel penting dalam hal ini adalah Kurikulum.
- Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan hasil review dari kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum KTSP. Proses review kurikulum dalam sejarah pendidikan nasional Indonesia, sudah berlangsung 10 kali. Proses review tersebut dapat dipahami sebagai suatu dinamika konstruktif, selain itu review kurikulum merupakan suatu keniscayaan sekaligus merupakan suatu konsekuensi logis atas tuntutan dan tantangan yang dihadapi sistem pendidikan nasional, baik untuk masa kini sekaligus masa datang. Bahkan, Sidi dalam Kunandar menyebutkan, bahwa kurikulum harus dikembangkan secara futuristik dan mampu menjawab tantangan zaman.88 Artinya, perancang kurikulum selayaknya memiliki kemampuan menghadirkan masa yang akan datang pada saat sekarang, dalam bentuk mampu memformulasi kecenderungan dan fakta-fakta masa datang yang secara langsung berpengaruh ataupun tidak, terhadap dunia pendidikan.
Selain itu, review kurikulum juga memperhatikan hal-hal mendasar yang menentukan pengembangan kurikulum. Hal-hal mendasar tersebut merupakan asas-asas kurikulum. Nasution, menyebutkan setidaknya ada 4 empat asas-asas kurikulum, yaitu; 1) asas filosofis; 2) asas sosiologis; 3) asas psikologis; 4) asas perkembangan ilmu pengetahuan.89 Asas-asas tersebut merupakan kerangka dasar dalam pengembangan kurikulum.
- Kerangka Dasar Kurikulum 2013
Kerangka dasar kurikulum 2013 memuat pertimbangan-pertimbangan mendasar atau landasan penyempurnaan kurikulum 2013, yaitu:
1) Landasan Filosofis
Mengacu pada Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional, sebagaimana yang termaktub di dalam UU 20 Tahun 2003 pasal 3. Pengembangan kurikulum harus berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa pada masa kini, dan kehidupan bangsa masa datang.
Proses pendidikan merupakan suatu proses pengembangan potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pewaris dan pengembang budaya bangsa. Melalui pendidikan, berbagai nilai dan keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji, dan dikembangkan menjadi budaya dirinya, masyarakat dan bangsa yang sesuai dengan zaman, dimana peserta didik hidup dan mengembangkan diri.
Pendidikan juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini. Oleh karena itu, konten pendidikan yang mereka pelajari tidak semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu, tetapi juga hal-hal yang berkembang pada saat ini dan akan berkelanjutan ke masa yang akan datang. Konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu terkait dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, kemampuan berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, dan memposisikan pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial, budaya, dan alam.
Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran adalah pembelajaran disiplin ilmu. Dengan demikian, kurikulum 2013 menggunakan filosofi mengembangkan kehidupan individu peserta didik dalam beragama, seni, dan kretivitas, berkomunikasi, nilai dan berbagai dimensi intelegensi yang sesuai dengan diri seorang peserta didik dan diperlukan masyarakat, bangsa, dan ummat manusia.
2) Landasan Yuridis
Secara yuridis, kurikulum merupakan suatu kebijakan publik yang didasarkan pada landasan filosofis bangsa dan berbagai regulasi di bidang pendidikan. Landasan yuridis kurikulum 2013 adalah:
a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
c.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional; dan
d.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standan Nasional Pendidikan, revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.
3) Landasan Teoritis
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasar teori “pendidikan berdasar standar” (standard-based education) dan teori “kurikulum berbasis kompetensi “(competence-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warga negara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, keterampilam, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut : (1) pembelajaran yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan, berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; (2) pengalaman belajar langsung perserta didik (learned curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik.
4) Landasan Empiris
Beragamnya fakta-fakta sosial berupa tawuran antar warga, tawuran antar pelajar, pemaksaan kehendak disertai sikap anarkis, narkoba merebak hingga ke pelosok pedesaan, kemiskinan, pergaulan bebas, korupsi, dan lain sebagainya. Keseluruhan fakta tersebut menunjukkan kecenderungan negatif yang secara timbal balik memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan pendidikan. Selain fakta sosial di atas, agenda besar dunia pendidikan Indonesia adalah upaya peningkatan mutu pendidikan.
Terkait dengan mutu, hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2012 melakukan survei bahwa Indonesia menduduki peringkat paling bawah di antara 65 negara, dalam pemetaan kemampuan matematika, membaca, dan sains. Dengan demikian, secara empirik agenda peningkatan mutu pendidikan dan pengembangan pendidikan karakter, merupakan agenda perioritas dalam pendidikan Indonesia.
- Karakteristik Kurikulum 2013
Dengan memperhatikan kerangka dasar kurikulum 2013, dan dengan membandingkan dengan kurikulum sebelumnya, maka diuraikan karakteristik kurikulum 2013 sebagai berikut:
- Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik;
- Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar yang terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
- Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
- Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
- Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
- Kompetensi inti menjadi unsur pengorganisasian (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;
- Kompetensi dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (enforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi vertikal dan horizontal.
Uraian karakteristik kurikulum 2013 di atas, dapat dipahami bahwa kurikulum 2013 berorientasi pada pengembangan pendidikan karakter peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya integrasi baik secara vertikal dan horinsontal antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan, demikian pula integrasi antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keterpaduan mata pelajaran dan ranah capaian tujuan pembelajaran secara detil tercermin dalam pengorganisasian kompetensi inti berbasis kelas, yang meliputi kompetensi inti 1 sampai kompetensi inti 4.
- Tujuan Kurikulum 2013
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada BAB X Pasal 36 (3) disebutkan, kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
- Peningkatan iman dan takwa;
- Peningkatan akhlak mulia;
- Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
- Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
- Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
- Tuntutan dunia kerja;
- Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; Agama;
- Dinamika perkembangan global; dan
- Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Keseluruhan aspek yang patut diperhatikan dalam proses penyusunan dan pengembangan kurikulum di atas menunjukkan komprehensivitas semua aspek. Oleh karena itu, tujuan kurikulum 2013 harus mencerminkan aspek- aspek di atas.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Tujuan tersebut, menunjukkan arah, dan proses penyelenggaraan pendidikan yang sejatinya berkualitas dan berbasis karakter. Kemampuan hidup dipahami sebagai kualitas sikap spiritual dan sosial dan kecakapan pengembangan pengetahuan serta penerapannya.
- Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013
Memperhatikan struktur argumentasi dari keseluruhan uraian tema bahasan di atas, maka implementasi pendidikan karakter dalam kurikulum 2013, dapat dikembangkan sebagaimana berikut;
- Mengintegrasikan capaian pembelajaran, pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Berbagai konsep terkait dengan taksonomi capaian pembelajaran, telah dirumuskan oleh pakar, diantaranya; Bloom (1956), Simpson (1966), Gagne (1977), dan Merrill (1983) dalam Miarso menyebutkan klasifikasi capaian pembelajaran dapat dikembangkan menjadi 3 (tiga), yaitu; 1) kognitif; 2) afektif; dan 3) psikomotorik9.
Ketiga ranah tersebut diurai lagi, dalam bentuk klasifikasi secara umum, selanjutnya dikembangkan lagi menjadi bagian-bagian yang lebih khusus. Klasifikasi secara spesifik merupakan spesifikasi capaian hasil pembelajaran yang menunjukkan satu hasil perilaku belajar peserta didik, dengan ketentuan bahwa kata kerja operasional dalam pernyataan hasil pembelajaran tidak melahirkan tafsiran ganda.
Klasifikasi capaian pembelajaran hingga diurai menjadi bagian-bagian yang lebih khusus akan saling diintegrasikan antar satu bagian ranah dengan bagian ranah lainnya. Proses integrasi terhadap ranah pembelajaran tersebut, dapat berlangsung mulai dari tahap perencanaan pembelajaran, tahap pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran.
- Mengsinergikan peran lembaga-lembaga pendidikan (formal- nonformal-informal).
Salah satu karakteristik Kurikulum 2013 adalah sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar yang terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar, dan mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat. Artinya, peran dan partisipasi lembaga pendidikan informal dan nonformal harus memperoleh ruang yang memadai dalam pendidikan formal. Ada komunikasi efektif yang terbangun antara keluarga, masyarakat, dan sekolah. Komunikasi tersebut sebagai wujud dari cermin tanggung jawab bersama dalam pembinaan dan pendidikan, serta mengotrol perkembangan peserta didik. Jalinan komunikasi dan kerjasama antar keluarga, masyarakat, dan sekolah, akan membentuk peserta didik yang berkarakter.
- Penguatan Kompetensi dan Keteladanan Guru
Penguatan kompetensi dan keteladanan guru merupakan keniscayaan dalam lingkungan pendidikan. Diamanatkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1 ayat 1, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam amanat PP 32 Tahun 2013 Standar Nasional Pendidikan, pada BAB VI dinyatakan, bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya dinyatakan, kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
- Kompetensi pedagogik;
- Kompetensi kepribadian;
- Kompetensi profesional;
- Kompetensi sosial.
Capaian kompetensi maksimal yang dimiliki guru, dengan sendirinya akan memunculkan perilaku teladan yang dapat dicontoh oleh peserta didiknya. Dengan demikian, pada dasarnya UU dan PP di atas telah memberikan acuan untuk melakukan pengembangan pendidikan karakter.
9. Yusufhadi Miarso dan Nyoman Sudana Sugeng, Terapan Teori Kognitif dalam Desain Pembelajaran (Jakarta: Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Antara Universitas-DIKTI, 1993), h. 265
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan karakter merupakan usaha sadar yang terencana dan terarah melalui lingkungan pembelajaran untuk tumbuh kembangnya seluruh potensi manusia yang memiliki watak dan kepribadian baik, bermoral-berakhlak, dan berefek positif konstruktif pada alam dan masyarakat. Aspek penting pendidikan karakter dalam pembangunan karakter bangsa, dapat ditinjau secara filosofis, ideologis, dan normatif.
Kurikulum 2013 merupakan hasil review dari kurikulum sebelumnya, bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Implementasi pendidikan karakter dalam kurikulum 2013, dapat dilakukan melalui proses integrasi capaian pembelajaran, mensinergikan peran lembaga pendidikan, guru manampakkan diri sebagai guru berkompeten dan diteladani.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Kaimuddin (Dosen UIN Alauddin Makassar) Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013.
No comments:
Post a Comment